Kisahnya, di akhir tahun yang menjemukan, di mana kerjaan kantor begitu menumpuk, deadline laporan ini itu, bahkan akhir pekan terasa sebagai hari Senin. Seorang kawan berinisiatif untuk mengajak piknik seru. Piknik yang hanya bisa dimainkan oleh satu rombongan, minimal 10 orang.
"Kita akan main Paintball, gaes!" serunya.
"Apa sih Paintball itu?" saya agak melongo.
Lalu si sohib itu menjelaskan sekilas. Paintball adalah game perang. Ada dua kelompok yang bermain. Kedua kelompok berlomba untuk memenangkan peperangan yang menggunakan alat tembak berpeluru khusus (paintball gun). Ada wasit yang akan menjadi pengatur permainan, penegak aturan di lapangan, sekaligus memandu jalannya permainan bagi yang masih awam.
"Oke!" saya dan teman-teman sepakat.
Pada hari yang ditentukan, sampailah saya dan teman-teman di Ngrembel Asri, Gunung Pati Semarang. Itu tempat terdekat di wilayah Kota Loenpia untuk melakukan paintball.
Dan inilah saat yang sudah saya tunggu-tunggu...
Sebelum memasuki area perang-perangan ala militer ini, rombongan saya diberi setelah pakaian doreng. Masing-masing pemain paintball mengenakan baju seperti pasukan perang. Sebagian tampak sangar, sebagian tampak lucu karena kedodoran.
Selangkah memasuki area Paintball, tampak benda-benda rongsokan. Misal bekas mobil, bekas van, ban-ban rombengan, dan beberapa papan seng di sejumlah spot. Juga pohon pohon berbatang besar yang sekilas cukup aman buat serang-umpet ketika tembak-menembak.
Seorang instruktur, yang nantinya menjadi wasit, memberikan perangahan kilat terkait aturan main dan cara penggunaan senjata. Instruksi mudah dimengerti. Cara memasang goggle, memasukkan peluru, mengunci pelatuk atau menariknya, dsb, dijelaskan rinci dalam waktu 10 menit.
Jreng jreng... sampailah pada Perang Dunia III yang telah dinantikan. Saya harus rela berkelompok menjadi kawan dan sekaligus lawan dari teman-teman saya sendiri. Saya memegang tembak dengan daya angin sekitar 4000psi yang siap melesakkan peluru untuk menyasar tubuh atau kepala mereka.
Dor! dor! dor! Debum.... halah
Kira-kira begitulah perang-perangan yang terjadi. Lima menit pertama tampak peluru berhamburan. Banyak yang terbuang percuma. Tak tepat sasaran. Sejak itulah masig-masing kami berpikir untuk berhemat dan menembak lawan dengan penuh perhitungan.
Adrenalin kian memanas di 10 menit pertama. Saya mengintai, keluar persembunyian mencari lawan, menembak, dan coba disasar oleh peluru. Naik turun got kering, keluar masuk van rongsokan, tiarap, jongkok menembak, semua itu ternyata sangat menguras energi. Napas begitu keras mendengus. Bersamaan desahan-desahannya keluarlah uap yang seketika menempel pada helm goggle yang melindungi keselamatan kepala. Di saat kaca goggle yang kena uap nafas membuat pandangan tak jelas, saat itulah saya harus mengelapnya, dan saat saya membuka helm penyelamat ini, musuh tak boleh menembak.
Dua lagi momen yang melarang kita menembak adalah: 1) ketika berhadap-hadapan dengan sang musuh kurang dari 10 meter. Jika terjadi tembakan dari arah dekat, itu bisa membuat luka serius. dan 2) ketika sang musuh sudah menyatakan menyerah ketika ditodong senjata.
20 menit setelahnya, ketika tubuh mulai lelah, selain juga konsentrasi membuyar, dan napas yang terengah, satu persatu bertumbangan. Tentu saja saya bangga bisa menembak 2 lawan dengan perfect shoot di kepala (yang terlindungi goggle) mereka.
Dar der dor... saya kelelahan. Tapi setelah ronde pertama, kami mengisi peluru lagi, bermain lagi, tembak-tembakan lagi, sampai kalah, sampai benar-benar lelah, sampai pasrah tubuh ini bakal pegal-pegal di esok hari.
Tapi pacuan adrenalin itu membuat saya bahagia, setelah berhari-hari di meja kerja yang rutin dan seperti tanpa tantangan...
Selangkah memasuki area Paintball, tampak benda-benda rongsokan. Misal bekas mobil, bekas van, ban-ban rombengan, dan beberapa papan seng di sejumlah spot. Juga pohon pohon berbatang besar yang sekilas cukup aman buat serang-umpet ketika tembak-menembak.
Seorang instruktur, yang nantinya menjadi wasit, memberikan perangahan kilat terkait aturan main dan cara penggunaan senjata. Instruksi mudah dimengerti. Cara memasang goggle, memasukkan peluru, mengunci pelatuk atau menariknya, dsb, dijelaskan rinci dalam waktu 10 menit.
Jreng jreng... sampailah pada Perang Dunia III yang telah dinantikan. Saya harus rela berkelompok menjadi kawan dan sekaligus lawan dari teman-teman saya sendiri. Saya memegang tembak dengan daya angin sekitar 4000psi yang siap melesakkan peluru untuk menyasar tubuh atau kepala mereka.
Dor! dor! dor! Debum.... halah
Kira-kira begitulah perang-perangan yang terjadi. Lima menit pertama tampak peluru berhamburan. Banyak yang terbuang percuma. Tak tepat sasaran. Sejak itulah masig-masing kami berpikir untuk berhemat dan menembak lawan dengan penuh perhitungan.
Adrenalin kian memanas di 10 menit pertama. Saya mengintai, keluar persembunyian mencari lawan, menembak, dan coba disasar oleh peluru. Naik turun got kering, keluar masuk van rongsokan, tiarap, jongkok menembak, semua itu ternyata sangat menguras energi. Napas begitu keras mendengus. Bersamaan desahan-desahannya keluarlah uap yang seketika menempel pada helm goggle yang melindungi keselamatan kepala. Di saat kaca goggle yang kena uap nafas membuat pandangan tak jelas, saat itulah saya harus mengelapnya, dan saat saya membuka helm penyelamat ini, musuh tak boleh menembak.
Dua lagi momen yang melarang kita menembak adalah: 1) ketika berhadap-hadapan dengan sang musuh kurang dari 10 meter. Jika terjadi tembakan dari arah dekat, itu bisa membuat luka serius. dan 2) ketika sang musuh sudah menyatakan menyerah ketika ditodong senjata.
20 menit setelahnya, ketika tubuh mulai lelah, selain juga konsentrasi membuyar, dan napas yang terengah, satu persatu bertumbangan. Tentu saja saya bangga bisa menembak 2 lawan dengan perfect shoot di kepala (yang terlindungi goggle) mereka.
Dar der dor... saya kelelahan. Tapi setelah ronde pertama, kami mengisi peluru lagi, bermain lagi, tembak-tembakan lagi, sampai kalah, sampai benar-benar lelah, sampai pasrah tubuh ini bakal pegal-pegal di esok hari.
Tapi pacuan adrenalin itu membuat saya bahagia, setelah berhari-hari di meja kerja yang rutin dan seperti tanpa tantangan...
Bagikan Informasi ini untuk Mencerahkan Orang Lain:
Post a Comment